Langsa-Audiensi LPPM-PM Universitas Samudra dengan Pemerintah Daerah Aceh Singkil berlangsung di Kantor Sekretariat Daerah Aceh Singkil, Rabu (22 Mei 2024).
Audiensi dilakukan oleh Ketua LPPM-PM Unsam, Dr. Asnawi, S.Pd.,M.Pd beserta tim, yaitu Dr. Muhammad Amin, S.T.,M.T, (Koordinator Pusat Studi Lingkungan Hidup); Muslimah, S.Si.,M.Si (Sekretaris LPPM-PM); Salman, S.E.,M.Si (dari Tim Penjaminan Mutu ), Juwairiah, S.Pd (Staf Humas Unsam). Tim diterima langsung Pj. Sekda Aceh Singkil, Ahmad Rivai, S.H diwakili Asisten I Bidang Pemerintahan, Keistimewaan Aceh dan Kesejahteraan Rakyat Aceh Singkil, Junaidi,S.STP.,M.Si di ruang kerjanya.
Foto: Ketua LPPM-PM Unsam, Dr. Asnawi, S.Pd.,M.Pd beserta Tim dan Asisten I Bidang Pemerintahan, Keistimewaan Aceh dan Kesejahteraan Rakyat, Junaidi, S.STP.,M.Si beserta Ketua Majelis Pendidikan Daerah Aceh Singkil, dan Perwakilan Dinas Pendidikan Aceh Singkil berfoto bersama usai Audiensi.
Audiensi membicarakan peluang Hilirisasi hasil penelitian dan pelaksanaan pengabdian Dosen Universitas Samudra di Kabupaten Aceh Singkil. Selain Audiensi kunjungan ini dilakukan untuk silaturrahmi sebagai langkah awal hubungan Unsam dengan Aceh Singkil.
Dr. Asnawi, S.Pd.,M.Pd pada kesempatan ini mengatakan, LPPM-PM merupakan salah satu pelaksana unsur akademik di Universitas Samudra. Unsam sebagai salah satu perguruan tinggi memiliki sebuah kewajiban Tri Dharma, yaitu Dharma Pendidikan, Dharma Penelitian dan Dharma Pengabdian Kepada Masyarakat.
Audiensi ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Tugas dari Rektor Universitas Samudra, Prof. Dr. Ir.Hamdani, M.T.,IPM, secara umum terkait kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang dapat dilakukan Unsam di Kabupaten Aceh Singkil, secara lebih khusus menyangkut peluang Hilirisasi hasil penelitian dan pelaksanaan pengabdian Dosen Universitas Samudra di Kabupaten Aceh Singkil. Membuka dan menjajaki peluang kerjasama dengan Aceh Singkil dalam berbagai bidang yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki kedua belah pihak, dalam hal ini Unsam maupun Aceh Singkil.
Unsam sebagai perguruan tinggi menawarkan peluang kerjasama dengan Pemda Aceh Singkil, baik dalam bidang Pendidikan, Penelitian maupun Bidang Pengabdian Kepada Masyarakat. Unsam siap membantu Aceh Singkil untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan Aceh Singkil. Untuk maksud ini diperlukan penjajakan, sharing informasi untuk menggali potensi yang ada di Aceh Singkil dan kemungkinan peluang apa saja yang Unsam dapat berkontribusi untuk kemajuan Aceh Singkil.
Dengan adanya sambutan yang baik dari pihak Pemda Aceh Singkil, maka setelah Audiensi ini tidak tertutup kemungkinan dilakukan diskusi yang lebih mendalam antara kedua belah pihak untuk menjajaki peluang selanjutnya dalam bentuk kesepakatan bersama (MoU).
Dan untuk mencapai tujuan bersama yaitu memajukan Aceh Singkil dan juga memperluas jangkauan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi Universitas Samudra disadari kedua belah pihak, bahwa ini tidak mudah dan memerlukan waktu yang lama, bisa saja sampai belasan tahun, untuk itu silaturrahmi ini merupakan langkah awal dari hubungan yang akan dibangun kedua belah pihak, diharapkan tidak hanya sampai di sini, melainkan diperlukan keterikatan melalui Ikatan Kerjasama yang memungkinkan untuk dilakukan. Junaidi, S.STP.,M.Si didampingi perwakilan Kepala Dinas Pendidikan Aceh Singkil, Putri Zuliana, S.Pd (Bidang Kebudayaan), dan Ketua Majelis Pendidikan Daerah Aceh Singkil, Ust. Nasrin menyambut baik kunjungan tim LPPM-PM Unsam. Pada kesempatan ini secara sekilas memberikan gambaran umum tentang Aceh Singkil. Sebagai berikut:
- Karakteristik daerah Aceh Singkil terdiri dari wilayah kepulauan, daerah pinggir pantai, dan pegunungan dengan masyarakat beragam suku dan agama. Aceh Singkil berbatasan langsung dengan Sumatera Utara dengan Tapanuli tengah dan PakPak Barat. Keberagaman Aceh Singkil merupakan salah satu modal Aceh Singkil untuk membangun wilayahnya.
- Tahun 2006 Daerah Subulussalam dimekarkan menjadi Pemerintah Kota Subulussalam. Jumlah penduduk Aceh Singkil kurang lebih 135 ribu jiwa dengan mata pencaharian beragam, umumnya mata pencaharian penduduknya sebagai Nelayan, Petani, Karyawan perkebunan, jasa dan lainnya.
- Aceh Singkil merupakan salah satu daerah di Aceh yang memiliki lahan HGU yang luas, dimana lahan HGU ini sebagian besar mendominasi lahan lahan produktif di wilayah Aceh Singkil. Selebihnya daerah kurang produktif untuk pertanian adalah rawa rawa, dan daerah pinggiran pantai.
Sekilas permasalahan yang dipaparkan terkait pembangunan untuk memajukan wilayah Aceh Singkil yaitu :
- Semakin sempitnya, atau bahkan kurangnya lahan pertanian yang produktif untuk mata pencaharian petani. Lahan lahan di Aceh Singkil rata rata sudah ditanami sawit, hingga lahan pertanian pun, tidak bisa dipertahankan sudah berubah menjadi lahan sawit. Yang dulu kita harapkan bisa kita bangun, sudah kita bangun fasilitas pertanian, embung atau irigasinya, tetapi lahannya sudah ditanami sawit.
- Di Aceh Singkil di daratan terdapat perusahaan HGU, dimana 70 – 80 persen lahan lahan produktif itu sudah dikuasai HGU, sisanya adalah lahan lahan yang tidak produktif, daerah rawa, daerah pinggiran sungai, hanya sekian persen yang tinggal untuk masyarakat, dan itulah yang dikelola masyarakat kita menjadi mata pencahariannya. sehingga untuk sayur sayuran pertanian itu datangnya dari daerah luar, dari Sidikalang dan Tanah Karo. Jadi ini salah satu faktor juga Aceh Singkil sulit untuk maju, karena perputaran uang sedikit disini.
- Selain pasar harian, di Aceh Singkil terdapat pasar yang digelar mingguan, seminggu dua kali,. Pasar mingguan ini barang dan pedagang rata rata berasal dari Sumatra Utara. Jadi masyarakat kita di sini yang mata pencaharian menjadi karyawan, menjadi petani, nelayan semua belanja uang itu tertarik ke luar, sehingga perputaran uang kecil. Itulah yang menjadi kendala kita di sini terkait dengan pola pertanian di sini.
- Selanjutnya untuk daerah pesisir, dan daerah kepulauan mata pencaharia sebagai nelayan. Masyarakat nelayan kita masih nelayan tradisional, berbeda mungkin dengan daerah lain, misalnya Langsa, Aceh Timur yang masyarakat nelayannya sudah nelayan tangguh, dalam arti beberapa hari di laut, pulang dengan hasil tangkapan yang besar. Dimana sarana untuk tangkapan yang besar ini sudah tersedia Cool Storage nya atau lainnya. Di Aceh singkil ini ada tapi belum memadai dan efektif, kebanyakan masyarakatnya masih menggunakan nelayan tradisional. Pergi pagi sore pulang, dan pergi siang, pagi sudah pulang, tidak berangkat dengan sekian ABK, sekian hari, setelah kapal penuh baru pulang, jadi tidak demikian kondisinya di Aceh Singkil. Jadi beginilah kondisi masyarakat kita yang di daerah kepulauan dan pesisir.
- Selanjutnya di kepulauan kita memang mengandalkan objek wisata, karena andalan kita di Aceh singkil itu wisata alam, yaitu Pulau Banyak. Tentu dalam pengembangan Pulau Banyak ini baik dari daerah maupun pemerintah pusat sudah memberikan perhatian, tetapi namanya perhatian itu tentu tidak terlepas dari investor. Yang menjadi permasalahan investor masuk adalah karena daerah Pulau Banyak merupakan daerah Taman Wisata Alam. Jadi untuk sarana dan prasarana pendukung itu sangat sulit, tidak bisa kita bayangkan bahwa, Pulau Banyak itu seperti pembangunan wisata nasional daerah lainnya di Indonesia, seperti Bali ataupun daerah lainnya, dimana ada lengkap penginapan, Cottage dan sebagainya. Hal ini karena izinnya sangat sulit. Tahun 2022 kemarin, ada dari Uni Emirat Arab sudah beberapa kali datang ke sini untuk investor, jadi setelah dilakukan survei mereka itu disini, karena izin PWA, sangat sulit investasi di Taman Wisata Alam. Jadi mereka sudah komunikasi dengan kementerian luar negeri terakhir gagal, ditunda namun sampai sekarang belum ada tindaklanjut. Ini berlaku juga untuk investor lokal dari Indonesia. Sehingga Aceh Singkil dalam menghadirkan investor itu sulit sekali. Keluar modal banyak tetapi hasilnya belum ada sama sekali.
- Itu dari segi pariwisata. Dari pariwisata itu sekarang paling banyak peminatnya, dari Sumut. Mahasiswa mahasiswa dari Sumut dan masyarakat, pada momen Natal dan Tahun Baru mereka itu berlibur ke Pulau Banyak yang hanya 6 jam perjalanan dari Sumut. Keterbatasan penginapan, Homestay sehingga pengunjung banyak yang menggunakan Mushalla, mesjid untuk tidur.
- Aceh Singkil ini sampai sekarang masih daerah tujuan, belum merupakan daerah lintasan. Kalau tidak ada tujuan tentu tidak datang ke Aceh Singkil. Sangat jarang pergi ke Aceh Selatan melalui Aceh Singkil. Karena begitu datang ke Aceh Singkil sudah tidak ada lagi jalan penghubung, memang sudah ada fasilitas jembatan yang dibangun propinsi, tertapi belum menjadi lintasan utama. Jadi tahun 2025 nanti itu sudah diproritaskan propinsi sehingga tembus. Kalau sekarang bisa memang tembus, tapi menggunakan rakit, jadi tembus ke Trumon Aceh Selatan. Mengapa Aceh Singkil kami katakan bukan daerah lintasan, karena kami mengenali mana penduduk lokal dan mana pendatang. Hal ini berbeda dengan Subulussalam, yang merupakan daerah lintasan yang ramai. Itulah yang menjadi kendala, salah satunya untuk majunya satu daerah. Kalau sudah menjadi jalan lintas pasti banyak investor, baik jasa maupun lainnya.
- Gambaran umum mengenai Pendidikan di Aceh Singkil, disampaikan oleh Ketua MPD Aceh Singkil, Nasrin, bahwa minat para siswa untuk melanjutkan pendidikan sangat tinggi. Namun banyak para orang tua yang kurang mampu dalam segi pembiayaan. Sehingga adanya beasiswa dari Pemda, Afirmasi, KIP Kuliah merupakan salah satu yang sangat dinantikan dan dimanfaatkan. Untuk itu MPD sendiri yang memfasilitasi para siswa melanjutkan studi keluar daerah. Kerjasama maupun MoU dengan perguruan tinggi baik yang berasal dari Sumatra ataupun Jawa selama ini hanya sebatas pemberian beasiswa dan kuota beasiswa kepada siswa.
Dari Kondisi tersebut, secara langsung ataupun tidak, sampai saat ini beberapa dampak yang timbul adalah adanya persoalan yang bersifat sangat mendasar bagi Aceh Singkil, yaitu masalah kemiskinan, dan Stunting. Pihak Pemda Aceh Singkil telah melakukan beberapa terobosan dalam hal ini, namun masih belum maksimal, dan dalamAudiensi ini pihak Pemda mengharapkan adanya andil perguruan tinggi untuk ikut serta dalam penyelesaian masalah ini, sebagai berikut seperti dipaparkan bapak Junaidi:
- Tingginya angka kemiskinan di Aceh Singkil, hal ini dari hasil pendataan nasional BPS. Aceh Singkil paling tinggi angka kemiskinan di Aceh, dengan lahan HGU cukup luas, seyogyanya menampung tenaga kerja yang banyak pula, dan di sini tidak ada masyarakat yang menganggur, mereka bekerja sebagai karyawan dan pekerja di perkebunan atau di pabriknya atau diperusahaannya, selain juga ada yang memilikikebun sendiri. Tetapi masih juga tinggi angka kemiskinan. Dan ini tidak hanya di Aceh Singkil, melainkan juga daerah Aceh lainnya, terutama daerah yang luas HGU, tetapi mengapa justeru kantong kantong kemiskinan rata rata tinggi di daerah tersebut. Mengapa ini terjadi? Ini yang bisa mengkajinya adalah perguruan tinggi.
- Tingginya angka Stunting, ini adalah korelasi dari tingginya angka kemiskinan, dan masalah kesehatan ini menjadi program nasional yang perlu untuk diatasi oleh Aceh Singkil.
- Adanya fenomena `masyarakat, lebih mau menerima dikategorikan miskin daripada tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Ini adalah hal yang paling banyak terjadi dalam masyarakat.
Pada kesempatan terakhir, bapak Asisten I, mengharapkan masukan dari universitas untuk turut andil mengentaskan persoalan mendasar di Aceh Singkil. Saran yang diberikan adalah :
- Melalui kegiatan mahasiswa, KKN ataupun kegiatan universitas lainnya untuk membantu pendataan jumlah penduduk miskin. Menurutnya ini adalah sebuah solusi, idealisme sikap mahasiswa masih sangat diperlukan dalam hal ini, karena mahasiswa terlepas dari semua kepentingan dibandingkan petugas yang berasal dari daerah setempat.
- Mengingat sumber daya alam Aceh terkait penemuan minyak dan gas, maka perguruan tinggi hendaknya menyiapkan dan membuka program studi pertambangan di setiap universitasnya, untuk mempersiapkan SDM yang handal untuk masa depan dalam bidang tersebut. Jika tidak bersiap dari sekarang maka semua potensi daerah seperti di Aceh Singkil tidak dapat dinikmati maksimal oleh masyarakatnya dikarenakan SDM tidak siap, fasilitas tidak memadai, sehingga semua bahan baku dan dari Aceh Singkil diolah di luar daerah. Dan ini menghambat kemajuan bagi Aceh Singkil.(Humas Unsam11).